Pesantren
atau yang lebih dikenal dengan pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam tradisional8 tertua di Indonesia. Menurut para ahli,
lembaga pendidikan ini sudah datang sebelum Islam datang ke Indonesia.
Hal ini dikemukakan oleh I. J. Brugman dan K. Meys, yang menyimpulkan
dari tradisi pesantren seperti, penghormatan santri kepada kiyai, tata
hubungan keduanya yang tidak didasarkan kepada uang, sifat pengajaran
yang murni agama dan pemberian tanah oleh negara kepada para guru dan
pendeta. Gejala lain yang menunjukkan azas non-Islam pesantren tidak
terdapat di negara-negara Islam.
Pesantren
dilihat dari segi bentuk dan sistemnya, berasal dari India. Sebelum
proses penyebaran Islam di Indonesia sistem tersebut telah dipergunakan
secara umum untuk pengajaran dan pendidikan agama Hindu di Jawa.
Kemudian pendidikan ini diislamisasikan tanpa meninggalkan tradisi yang
ada. Perbedaan yang mendasar ialah pada masa Hindu pendidikan tersebut
hanya milik kasta tertentu, sedang pada masa Islam, pendidikan
tersebut milik setiap orang tanpa memandang keturunan dan kedudukan,
karena dalam pandangan Islam seluruh manusia merupakan umat yang
egaliter.
Karena
itu Islam dapat diterima oleh masyarakat dan pesantren dapat
berkembang, oleh karena itu pesantren merupakan salah satu bentuk
kebudayaan asli Indonesia.
Tentang
kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia pertama kalinya, di
mana, dan siapa pendirinya tidak dapat diperoleh keterangan yang pasti.
Ada pendapat yang maengatakan, pesantren pertama kali didirikan oleh
Syeikh Maulana Malik Ibrahim. Beliau adalah ulama yang berasal dari
Gujarat, India agaknya tidak sulit baginya untuk mendirikan pesantren
karena sebelumnya sudah ada perguruan Hindu-Budha dengan sistem biara
asrama sebagai tempat belajar mengajar. Dan mempunyai persamaan dengan
pendidikan di India.
Meski
begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan mengembangkan
pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat atau Sunan
Ampel. Ia mendirikan pesantren di Kembang Kuning, yang pada waktu
didirikan hanya memiliki tiga orang santri, yaitu: Wiryo Suroyo, Abu
Hurairah, dan Kyai Bangkuning. Kemudian ia pindah ke Denta, Surabaya,
dan mendirikan pesantren di sana, dan akhirnya beliau dikenal dengan
sebutan Sunan Ampel. Sunan Ampel diambil menantu oleh penguasa Tuban
bernama Ario Tejo. Di sini dapat disimpulkan adanya hubungan yang mesra
antara ulama dan umara. Hubungan ini dijalin dengan da’wah, selain itu
Ario Tejo membutuhkan bantuan sunan Ampel untuk mengamankan daerah
Tuban, Gresik, dan Surabaya, sebagai kunci kemakmuran negara.
Pesatnya
pertumbuhan dan perkembangan Pesantren Ampel Denta pada dasarnya
didukung oleh beberapa faktor, Pertama, letaknya yang strategis di pintu
gerbang utama Majapahit, sehingga mau tidak mau mesti bersinggungan
langsung dengan sirkulasi perdagangan Majapahit, karena seluruh kapal
dari dan ke Majapahit mesti melewati pelabuhan Surabaya.
Kedua,
lembaga pendidikan tersebut mirip dengan pendidikan sebelumnya.
Ketiga, lembaga pendidikan tersebut dapat diikuti oleh setiap orang
tanpa memandang keturunan dan kedudukan.
Pada
awal berkembangnya, ada dua fungsi pesantren, pertama, sebagai lembaga
pendidikan. Kedua, sebagai lembaga penyiaran agama. Kendati kini telah
banyak perubahan yang terjadi namun inti fungsi utama itu masih
melekat pada pesantren.
Pesantren
di Indonesia tumbuh dan berkembang sangat pesat. Berdasarkan laporan
pemerintah pemerintah kolonial Belanda, tahun 1831 di Jawa saja
terdapat tidak kurang dari 1.853 buah dengan jumlah santri tidak kurang
16.500 orang. Kemudian suatu survai yang diselenggarakan oleh kantor
Shumubu ( Kantor Urusan Agama ) pada masa Jepang tahun 1942 jumlah
pesantren bertambah menjadi 1.871 buah, jumlah tersebut belum dijumlah
dengan pesantren di luar Jawa dan pesantren-pesantren kecil. Pada masa
kemerdekaan jumlah pesantren terus bertambah, berdasarkan laporan
Departemen Agama RI tahun 2001 jumlah pesantren di Indonesia mencapai
12.312 buah.
Perkembangan
pesantren terhambat ketika Bangsa Eropa datang ke Indonesia untuk
menjajah. Hal ini terjadi karena pesantren bersikap non-kooperatif
bahkan mengadakan konfrontasi terhadap penjajah. Akibat dari sikap
tersebut maka pemerintah kolonial ketika itu mengadakan kontrol dan
pengawasan yang ketat terhadap pesantren. Setelah Indonesia merdeka,
pesantren tumbuh dan berkembang dengan pesat. Ekspansi pesantren juga
bisa dilihat dari pertumbuhan pesantren yang semula hanya rural based
institution kemudian berkembang menjadi pendidikan urban. Lihatlah
kemudian pesantren tumbuh di Ibukota Jakarta seperti Pondok Pesantren
Darun Najah, Darul Rahman, As-Shiddiqiah, dan lain-lain. Bahkan kini
pesantren bukan hanya milik organisasi tertentu tetapi milik umat Islam
ndonesia.
Posting Komentar